Yutaka Kobayakawa - Lucky Star
RSS

My Cooking... My Feeling....

Pernah dengar nggak, kalau katanya rasa masakan itu berhubungan erat sama perasaan orang yang memasaknya atau dipengaruhi oleh perasaan yang sedang dialami orang itu. Aku dengar itu kalau nggak salah dari film apa gitu. Brownies atau malah film korea ya. Dulu waktu denger, aku nggak gitu percaya. Tapi malam ini aku membuktikan kebenarannya. Hahaha...
Tadi aku baru saja masak Orak-arik TeSis alias Orak-Arik Telur Sussis (namanya ngarang banget). Dan tahukah kalian bagaimana rasanya?? Amburadul alias ancur!! Hahaha. Nano-nano sih mending madan enak,ini rasanya campur aduk nggak karuan. Asin di satu bagian, dan manis di bagian lain. Hahahaha... eits, ini nggak biasanya lho. Bukan berarti tiap hari masakanku rasanya ancur ya...(ngeles.com). Tapi untuk taraf koki yang masih dalam proses sangat awal belajar, biasanya masakanku lumayan lah. Meski nggak bisa dibilang enak banget. Dan setelah aku kaji—sambil memakan hasil karyaku dengan penuh keterpaksaan karena laparnya perutku dan bentuk rasa tanggung jawab—aku membenarkan teori tersebut. Bahwa perasaan yang sedang dialami seseorang sangat berpengaruh pada masakannya.
Yah, seperti rasa masakanku yang kacau balau itu, perasaan hatiku memang sedang kacau balau dan amburadul tak jelas. Banyak pikiran, perasaan, keinginan yang tidak tertata pada tempatnya. Mambrah-mambrah kalau biasa aku bilang.
Penyebabnya??? Nggak jelas yang mana... waktu aku tarik benang permasalahannya nggak dapet. Dan sialnya ini sudah terjadi 3 hari ini. Damn! Aku seperti lagi kehilangan jiwaku. My soul, my spirit. Kalau kalian yang udah pernah baca The Host-nya Stephen Meyer, mungkin aku seperti tokoh-tokoh yang ada di situ. Jiwa mereka diambil makhluk asing dan digantikan jiwa yang lain. Bedanya jiwaku nggak diambil orang atau makhluk lain, tapi seperti lagi pergi jalan-jalan ke mana gitu dan jiwa yang ada diriku tuh cuma kamuflase. Jadi aku pun merasa Ini tuh bukan Dinar banget.... diriku bukan diriku. Ihhh...apaan coba tuh... ya pokoknya seperti itu kurang lebihnya. Aku tuh gemes, kesel, cape sama semua pikiran-pikiran, keinginan-keinginan, perasaan-perasaan, obsesi-obsesi yang beseliwaran nggak jelas di sekitar kepalaku, tanpa pernah bisa benar-benar menangkapnya satu persatu dan menatanya pelan-pelan. Semua beterbangan ribut... cape tau nggak. Kayaknya tuh mereka crowded banget di benakku, saling teriak sana-sini, tanpa bisa kukendalikan. Nggak jelas kan perasaanku??
Itu semua kayaknya benar-benar terefleksikan dalam masakanku tadi deh. Satu suapan asin bangett, satu suapan manis banget, satu suapan rasa bawangnya jelas banget, satu suapan lagi hambar. Pokoknya ngga jelas banget.
Awalnya emang udah nggak ada mood masak sama sekali, mood makan aja nggak. Tapi karena perutku udah memberontak, lalu tak ada lauk sesuai hati, ditambah telah ditolak dengan tega oleh my beloved mom, waktu kurayu beliau untuk bikin lauk baru. Maka terjadilah pencampuran segala kekacauan itu dalam wajan.
Inilah hasil masakanku, Bentuk segala kebetean, ketidak jelasan, kemarahan dalam hatiku.

Resep Amburadul:
Bahan:
1 butir telur kebetean
2 batang sosis kemarahan
6 buah cabe kebingungan
2 buah bawang merah kemalasan
1 buah bawang putih ketidakjelasan
Bumbu:
1 ujung  sendok teh garam keinginan
½ sendok gula kelaparan
Cara Memasak:
Masukkan bahan secara ambuaradul tanpa memerhatikan urutan. Aduk-aduk sesuai dengan perasaan yang sedang dialami saat itu. Angkat saat perasaan sudah membara alias gosong.
 Jadilah ....!! hahahahaha.....
Tapi meskipun masakanku amburadul rasanya, dengan besar hati dan penuh rasa tanggung jawab, aku menghabiskan semuanya. Sebenarnya sih lebih karena dorongan rasa lapar yang tak tertahankan. Ya iyalah aku kelaparan. Setelah aku ingat-ingat lagi, seharian ini aku cuma makan beberapa suap nasih waktu sarapan. Itu juga terpaksa banget, karena aku pikir aku perlu cukup nutrisi sebelum kuliah dan badanku harus fit. Jangan sampai sakit. Lalu di kampus, kayaknya aku ngga ngemil apa-apa. Lalu siangnya sehabis kuliah, aku hanya makan rujak sayur super pedes bareng Juz dan Bez (my best soulmate partners :P). Setelah itu dilanjutkan kuliah lagi dan sampai aku pulang dan sore mejelang, tak ada  lagi nasi yang mampir ke perutku. Laper sih jelas, tapi malas banget liat nasi. Aku lebih memilih bobo sore, dari jam 4 sampai maghrib, dipikirnya dapat mengurangi lapar atau paling ngga ngelupain sejenak. Tapi sewaktu terbangun malah semakin menjadi. Alhasil licin tandas tuh semua kulahap. . .
Lalu setelah perut ini kenyang, ajaibnya sebagian perasaan bete, marah, pusing dan ketidakjelasan itu hilang. Wow... perasaanku jadi lebih baik. Ternyata satu teori lagi terbukti, rasa lapar itu sangat berpengaruh pada emosi. Ini benar-benar terjadi padaku kok, aku baru sadar aku sering mengalaminya. Kalau aku lapar, mesti bawaannya nyolottt...
Jadi kesimpulannya... Pertama, jangan memasak kalau hatimu lagi kacau banget (kecuali kalau kamu emang benar-benar ingin tau sekacau apakah masakanmu, terlebih lagi hatimu!). Kedua, berhati-hatilah dengan orang yang lapar!!  Terutama kalau itu Aku!! Grrrhhrhh... (*.*)v


NB: Harusnya ini kuposting kemarin pas malam kejadian  (28 September 2010 pkl 21.00) Tapi baru sempet hari ini.








  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

2 komentar:

Anonim mengatakan...

ni makanan buat manusia apa bukan??

Dinar Faiza mengatakan...

ngce..ngece... kn diomongi mengikuti suasana hati...

hatiku jg sdang shitam n shancur masakane...
:P

Posting Komentar