Yutaka Kobayakawa - Lucky Star
RSS

Ada Cerita Dibalik Nobar Sang Pencerah

Beberapa hari lalu aku melihat tayangan infotainment yang sedang mengulas film Sang Pencerah. Mungkin kalian udah tau film ini atau malah udah menontonnya. Karena  tayangan ini aku jadi ingat suatu moment di lebaran kemarin. Ada cerita dibalik film Sang Pencerah ini.
Aku dan keluargaku, yang terdiri dari beberapa sepupu, om, dan tanteku menonton film ini pas di hari lebaran malam (tanggal 10 September 2010). Berawal dari ide salah satu Omku dari Malang(aku memanggilnya Pak Amin.red) yang mengajak untuk menonton film ini setelah kita selesai bersungkem-sungkem ria di rumah mbah. Langsung saja kita semua antusias menyambutnya.  Termasuk bapakku (tumben banget, padahal beliau nggak pernah tertarik tuh dengan hal-hal berbau nonton film dll). Akhirnya kami sepakat untuk nobar dan memilih pemutaran pukul 19.00.
Setelah acara sungkem-sungkeman, silaturahmi, tukar cerita dan makan-makan selesai, siangnya Bapak memutuskan pulang ke rumah dulu untuk istirahat, baru sorenya ke rumah mbah lagi untuk pergi nobar. Aku pun setuju. Kami sekeluarga pulang ke Panembangan ditambah Salma (sepupuku yang sebaya dengan Safira).
Sore pun datang tapi dengan mendung yang menggantung. Sepertinya hujan akan turun. Bisa gagal nih, batinku. Jam menunjukan pukul 17.00. Salma sudah merengek-rengek (bahkan sampai menangis. Ssstt...jangan bilang siapa-siapa) minta pulang ke mbah. Takut ditinggal nonton katanya.
Akhirnya sekitar jam 17.20, kami berangkat ke mbah. Hujan sudah turun dengan derasnya. Bapakku sempat meledek Salma, “Ngga jadi nonton ngga Ma... hujan gini...” Salma yang diledek pun makin cemberut. Padahal dalam hati aku juga cemas kalau itu benar terjadi. Udah pengen nonton soalnya. Penasaran abis.
Aku memang sudah melihat iklannya dan  tv dan bertekad harus menontonnya.  Dalam iklan memang tercantum bahwa film ini akan diputar secara serentak di seluruh bioskop pada tanggal 10 September. Tapi saat itu aku juga sangsi kalau di bioskop Purwokerto, alias bisokop Rajawali,  ini termasuk di dalamnya. Yah, mengingat betapa leletnya dan tidak updatenya pemutaran film di bioskop Rajawali, yang merupakan satu-satunya bioskop yang masih ada di kotaku. Bahkan terkadang tenggang waktu dari premiernya bisa sampai 2 mingguan lebih. Sangat mengecewakan. Aku pun tak berharap banyak.
Sesampai di rumah mbah, kami solat magrib. Hujan masih terus saja mengguyur. Malah semakin deras. Aku sempat tanya ke sepupu kembarku. Dina Dini.
“Jadi nonton nggak nih??”
“Tau tuh Bapak (Pak Amin.red)... masih hujan juga...” Ngga tau Dina apa Dini deh yang ngomong ini. Aku lupa.
“Aku sangsi lho... soalnya bioskop sini lelet banget. Kayaknya sih filmnya belum ada. Apalagi ini lebaran. Mending telphon dulu apa ya?”
“Masa sih Mba?? Punya nomor  telephonnya ngga mba?”
“Tapi aku nggak punya. Ntar deh coba kutanya.”
Aku langsung tanya ke beberapa temanku, tapi nihil.
Sementara hujan sepertinya tak punya niatan untuk berhenti.
Lalu aku dan sepupu-sepupuku disuruh makan malam.
“Makan...makan dulu....  nanti setelah itu berangkat,”kata omku.
Ternyata benar, setelah makan, omku langsung nyalain mobil. Padahal hujan lagi gede-gedenya. Pantang mundur ternyata.
“Ayo...ayo..mb Dinar ikut?”
“Ini jadi mau nonton?”tanyaku masih tak percaya. Gilaa hujane derese puoll... enakan meringkuk di kasur...
“Ya ini Pak Amin, Dina Dini, sama anak –anak cowok mau berangkat. Kalau ikut ayo, sama Fira juga. Bilang ke bapak dulu,”kata Omku semangat. Padahal sepupu kembarku itu yang notebene anaknya, baru saja dioperasi skoliosis dan masih dalam tahap penyembuhan. Ckckck... semangat sekali Omku ini. Si kembar juga tak kalah semangat sih.
Akhirnya aku bilang ke bapak yang masih di mushola. Bapakku ternyata nggak jadi ikut, dingin katanya. Ternyata beberapa orang yang tadinya mau ikut juga mundur, mungkin enggan karena hujan yang begitu deras.
Ya udahlah dengan tekad baja, dan semangat pantang mundur berangkatlah aku, adikku, beberapa sepupuku,  menuju bioskop.  Menerjang derasnya hujan dan dinginnya malam juga melawan rasa kantuk yang menyerang.  Khawatir juga sih kalau filmnya masih belum diputar atau bioskopnya tutup.  Secara ini malam lebaran gitu lho. Sia-sia nanti pengorbanan.
Sekitar 15menit kemudian sampailah kita di bioskop. Dan ternyata di sana udah ada salah seorang tante dan sepupuku yang berangkat dari rumah mereka. Ouh, keluargaku ternyata semangatnya tinggi-tinggi juga. Hehehehe. Sampai di ruang tunggu, bisakah kalian bayangkan, sepiiiinyaaa bioskop itu??? Cuma ada sekitar 23 orang yang sedang duduk dan selebihnya hanya petugas bioskop. Wakzz!!
Setelah urusan tiket selesai, kita kembali dikejutkan dengan keadaan theater room yang kosong dan gelap tak terlihat satupun pengunjung... tapi waktu itu film udah mulai diputar.
“Mba... gila...ini Cuma kita apa yang nonton??” kata salah seorang sepupuku sambil melengak-lengok kesana kemari.
“Kayaknya sih gitu... Emang Cuma keluarga kita kali yang punya ide buat nonton film di bioskop pas lebaran... Benar-benar serasa bioskop pribadi.... hahaha”
“Iyya... bener-bener home theater milik sendiri.... hahahaha.”
Akhirnya kita memilih tempat duduk, setelah sempet bingung karena begitu banyak pilihan.
Setelah nyaman dengan posisi masing-masing. Mulailah kita konsen ke film Sang Pencerah.
Berawal dari Kiai Dahlan Muda (Darwis) yang diperankan oleh Ikhsan Idol yang pergi ke tanah suci Mekkah untuk menuntut ilmu dan haji. Yang kemudian pulang ke kampungnya di Kauman, Yogyakarta. Kia Dahlan dewasa kembali sudah menjadi orang yang berpendidikan dan kemudian menikahi Nyai Ahmad Dahlan (Zaskia Adya Mecca). Beliau mulai bergabung menjadi pengurus Masjid Agung. Sampai kemudian beliau mulai menemukan kejanggalan-kejanggalan dan ketidaksesuaian ajaran-ajaran Islam seperti arah kiblat dan sebagainya. Ini membuat kegelisahan dalam diri Ki Ahmad Dahlan. 
 Film ini benar-benar menggambarkan perjuangan KHA Dahlan sejak dia masih menjadi Darwis sampai dia berubah nama menjadi Haji Dahlan. Darwis muda sudah gerah dengan ritual Islam yang sering melenceng dari Quran dan Hadits, sehingga ketika ilmunya makin mencukupi maka mulailah dia bergerak untuk menunjukkan islam yang sesuai ijtihadnya.
Lukman Sardi bermain sangat apik dalam film ini. Dia bisa menggambarkan betapa rapuhnya Dahlan ketika begitu banyak hujatan menimpa dirinya tetapi dia juga bisa menunjukkan betapa tegarnya hatinya terhadap keyakinan yang dipegangnya. Aku bener-bener tambah salut sama tuh orang. Keren.
Mengenai setting dll sih aku nggak gitu ngerti ya. Tapi menurutku sih Mas Hanung Bramantyo udah cukup sukses membuat film ini. Setting tempat seperti daerah-daerah kuno di Kauman benar-benar tergambar di sini. Keren. Nggak salah Pak Yusuf Kalla dan Pak Budianto memberi apresiasi tinggi akan film ini. Juga untuk Ketua Muhammadiyah sendiri Pak Din Syamsudin sampai nonton film ini 6 kali katanya lho.
Pokoknya ngga sia-sia deh pengorbanan aku dan keluargaku, menerjang hujan disertai petir, melawan rasa malas, dan kantuk untuk nonton film Sang Pencerah ini... Yang nggak jadi nonton beneran rugi.Itu benar-benar moment tak terlupakan. Hehehe...
Makanya bagi yang belum nonton, nonton yah... (^_^)




  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

My Cooking... My Feeling....

Pernah dengar nggak, kalau katanya rasa masakan itu berhubungan erat sama perasaan orang yang memasaknya atau dipengaruhi oleh perasaan yang sedang dialami orang itu. Aku dengar itu kalau nggak salah dari film apa gitu. Brownies atau malah film korea ya. Dulu waktu denger, aku nggak gitu percaya. Tapi malam ini aku membuktikan kebenarannya. Hahaha...
Tadi aku baru saja masak Orak-arik TeSis alias Orak-Arik Telur Sussis (namanya ngarang banget). Dan tahukah kalian bagaimana rasanya?? Amburadul alias ancur!! Hahaha. Nano-nano sih mending madan enak,ini rasanya campur aduk nggak karuan. Asin di satu bagian, dan manis di bagian lain. Hahahaha... eits, ini nggak biasanya lho. Bukan berarti tiap hari masakanku rasanya ancur ya...(ngeles.com). Tapi untuk taraf koki yang masih dalam proses sangat awal belajar, biasanya masakanku lumayan lah. Meski nggak bisa dibilang enak banget. Dan setelah aku kaji—sambil memakan hasil karyaku dengan penuh keterpaksaan karena laparnya perutku dan bentuk rasa tanggung jawab—aku membenarkan teori tersebut. Bahwa perasaan yang sedang dialami seseorang sangat berpengaruh pada masakannya.
Yah, seperti rasa masakanku yang kacau balau itu, perasaan hatiku memang sedang kacau balau dan amburadul tak jelas. Banyak pikiran, perasaan, keinginan yang tidak tertata pada tempatnya. Mambrah-mambrah kalau biasa aku bilang.
Penyebabnya??? Nggak jelas yang mana... waktu aku tarik benang permasalahannya nggak dapet. Dan sialnya ini sudah terjadi 3 hari ini. Damn! Aku seperti lagi kehilangan jiwaku. My soul, my spirit. Kalau kalian yang udah pernah baca The Host-nya Stephen Meyer, mungkin aku seperti tokoh-tokoh yang ada di situ. Jiwa mereka diambil makhluk asing dan digantikan jiwa yang lain. Bedanya jiwaku nggak diambil orang atau makhluk lain, tapi seperti lagi pergi jalan-jalan ke mana gitu dan jiwa yang ada diriku tuh cuma kamuflase. Jadi aku pun merasa Ini tuh bukan Dinar banget.... diriku bukan diriku. Ihhh...apaan coba tuh... ya pokoknya seperti itu kurang lebihnya. Aku tuh gemes, kesel, cape sama semua pikiran-pikiran, keinginan-keinginan, perasaan-perasaan, obsesi-obsesi yang beseliwaran nggak jelas di sekitar kepalaku, tanpa pernah bisa benar-benar menangkapnya satu persatu dan menatanya pelan-pelan. Semua beterbangan ribut... cape tau nggak. Kayaknya tuh mereka crowded banget di benakku, saling teriak sana-sini, tanpa bisa kukendalikan. Nggak jelas kan perasaanku??
Itu semua kayaknya benar-benar terefleksikan dalam masakanku tadi deh. Satu suapan asin bangett, satu suapan manis banget, satu suapan rasa bawangnya jelas banget, satu suapan lagi hambar. Pokoknya ngga jelas banget.
Awalnya emang udah nggak ada mood masak sama sekali, mood makan aja nggak. Tapi karena perutku udah memberontak, lalu tak ada lauk sesuai hati, ditambah telah ditolak dengan tega oleh my beloved mom, waktu kurayu beliau untuk bikin lauk baru. Maka terjadilah pencampuran segala kekacauan itu dalam wajan.
Inilah hasil masakanku, Bentuk segala kebetean, ketidak jelasan, kemarahan dalam hatiku.

Resep Amburadul:
Bahan:
1 butir telur kebetean
2 batang sosis kemarahan
6 buah cabe kebingungan
2 buah bawang merah kemalasan
1 buah bawang putih ketidakjelasan
Bumbu:
1 ujung  sendok teh garam keinginan
½ sendok gula kelaparan
Cara Memasak:
Masukkan bahan secara ambuaradul tanpa memerhatikan urutan. Aduk-aduk sesuai dengan perasaan yang sedang dialami saat itu. Angkat saat perasaan sudah membara alias gosong.
 Jadilah ....!! hahahahaha.....
Tapi meskipun masakanku amburadul rasanya, dengan besar hati dan penuh rasa tanggung jawab, aku menghabiskan semuanya. Sebenarnya sih lebih karena dorongan rasa lapar yang tak tertahankan. Ya iyalah aku kelaparan. Setelah aku ingat-ingat lagi, seharian ini aku cuma makan beberapa suap nasih waktu sarapan. Itu juga terpaksa banget, karena aku pikir aku perlu cukup nutrisi sebelum kuliah dan badanku harus fit. Jangan sampai sakit. Lalu di kampus, kayaknya aku ngga ngemil apa-apa. Lalu siangnya sehabis kuliah, aku hanya makan rujak sayur super pedes bareng Juz dan Bez (my best soulmate partners :P). Setelah itu dilanjutkan kuliah lagi dan sampai aku pulang dan sore mejelang, tak ada  lagi nasi yang mampir ke perutku. Laper sih jelas, tapi malas banget liat nasi. Aku lebih memilih bobo sore, dari jam 4 sampai maghrib, dipikirnya dapat mengurangi lapar atau paling ngga ngelupain sejenak. Tapi sewaktu terbangun malah semakin menjadi. Alhasil licin tandas tuh semua kulahap. . .
Lalu setelah perut ini kenyang, ajaibnya sebagian perasaan bete, marah, pusing dan ketidakjelasan itu hilang. Wow... perasaanku jadi lebih baik. Ternyata satu teori lagi terbukti, rasa lapar itu sangat berpengaruh pada emosi. Ini benar-benar terjadi padaku kok, aku baru sadar aku sering mengalaminya. Kalau aku lapar, mesti bawaannya nyolottt...
Jadi kesimpulannya... Pertama, jangan memasak kalau hatimu lagi kacau banget (kecuali kalau kamu emang benar-benar ingin tau sekacau apakah masakanmu, terlebih lagi hatimu!). Kedua, berhati-hatilah dengan orang yang lapar!!  Terutama kalau itu Aku!! Grrrhhrhh... (*.*)v


NB: Harusnya ini kuposting kemarin pas malam kejadian  (28 September 2010 pkl 21.00) Tapi baru sempet hari ini.








  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS